Taushiyah untuk Kiai-kiai Sepuh

Mencermati kiprah kiai-kiai yang dianggap sepuh selama ini justru memicu perpecahan, karena dukungan mereka ke partai politik tertentu, sangat meresahkan. Lihat saja dukungan-dukungan mereka dulu terhadap Gus Dur, seakan-akan NU dikesankan hanya milik Gus Dur. Juga sekarang ini dukungan-dukungan mereka terhadap blok PKNU, mengesankan bahwa NU itu mendukung PKNU. Juga lihat saja kiai yang dianggap sepuh dulu mendukung partai PKB yang pluralis, mendukung ide-ide kebangsaan, ternyata ketika sudah keluar justru menjadi pemicu dari pandangan-pandangan Islam yang radikal, memfatwa sesat, dan tidak merasa bertanggungjawab atas visi sebelumnya di mana ia pernah mengikrarkan untuk mengabdi pada partai kebangsaan.

Di tingkat bawah kenyataan ini menimbulkan keresahan masyarakat NU. Kiprah kiai-kiai sepuh ini menunjukkan ketidakbeningan keulamaan mereka: pertama, ulama yang harusnya jujur menjadi pengayom umat telah dipreteli bukan hanya karena perbedaan aspirasi, tetapi lebih pada permainan bandar-bandar besar yang mendanai partai-partai baru warga NU, dan kiai-kiai sepuh ikut larut dalam permainan-permainan yang penuh broker politik itu; kedua, kiai-kiai sepuh sudah kehilangan “kekiaiannya” yang bening, menjaga umat, meneguhkan cita-cita NU, dengan cara menambah perpecahan-perpecahan, ikut dukung mendukung, dan ini menjelaskan tidak ada perbedaan lagi antara yang disebut kiai sepuh dan politisi, bahkan dengan broker politik.

Dengan kenyataan itu, kami bertaushiyah kepada kiai-kiai sepuh:

Pertama, Kembalilah kepada jati diri kiai untuk bergiat di pesantren dan pemberdayaan masyarakat, karena NU akan rusak-rusakan justru oleh perilaku kiai-kiai sepuhnya yang berkawan akrab dengan broker-broker politik.

Kedua, Kiai-kiai sepuh perlu mengasah kembali kepekaan spiritual, kejujuran moral, dan pengabdian yang besar kepada masyarakat bawah NU, dan jangan mengukur loyalitas pengabdian kepada NU dan masyarakat dengan mendasarkan pada amplop-amplop besar yang datang kepada mereka.

Ketiga, Kiai-kiai sepuh justru harus kembali ke khittah NU untuk menjadikan setiap gerakan pilar NU menjadi gerakan sosial masyarakat. Wraga NU patut mengkhawatirkan semakin hancurnya salah satu pilar Nahdliyin (yaitu kiai), bahkan bisa betul-betul hancur tak tersisa, karena kiai-kiai sepuhnya terlalu larut ke politik praktis dan ikut berakrab-akrab dengan para broker politik.

Alas Roban, 3 Juli 2008

Majlis para masyayikh

Leave a comment